Kamis, 26 Mei 2016

Christian Nurture Bushnell dan Perjalanan Iman dan Kehidupan Anak

Setiap manusia akan terus mengalami perkembangan dalam kehidupan. Perkembangan yang dialami oleh manusia terdiri dari berbagai aspek, mulai dari perkembangan fisik, psikis hingga perkembangan iman. Jika mengingat pentingnya pertumbuhan di dalam diri manusia, maka perlu untuk merumuskan mengenai pertumbuhan yang membuat manusia bertumbuh menjadi semakin baik.
            Tulisan ini akan mencoba membahas mengenai pertumbuhan berdasarkan perspektif Pendidikan Kristiani. Pembahasan dalam tulisan ini akan menggunakan teori pertumbuhan dalam buku Horace Bushnell, yaitu Christian Nurture. Teori Bushnell di dalam tulisan ini akan menjadi “kacamata” untuk melihat pertumbuhan anak, khususnya pertumbuhan anak pada masa kini. Hal tersebut menjadi penting mengingat masa kanak-kanak menjadi salah satu masa krusial dalam pertumbuhan manusia.    
Riwayat Hidup Horace Bushnell
            Horace Bushnell adalah seorang teolog yang membawa pengaruh signifikan bagi Pendidikan Kristiani. Bushnell lahir pada tanggal 14 April 1802. Bushnel adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Bushnell adalah anak dari ayah seorang petani, tapi Bushnell dibesarkan dalam keluarga yang beriman dan dididik dengan bijaksana oleh kedua orang tuanya. Keluarga mereka menjadi keluarga yang harmonis (Boehlke 2011, 439).
            Masa kanak-kanak Bushnell dapat dikatakan cukup bahagia. Bushnell dididik dalam keluarga yang bijaksana dan dapat bekerja sama satu dengan yang lain. Selain itu Bushnell juga dididik dalam lingkungan keluarga yang beriman. Akan tetapi pada masa inilah Bushnell merasakan kemerdekaan seorang anak yang dapat mengambil keputusan sendiri yang berkaitan dengan iman. Pada usia sembilan belas tahun Bushnell akhirnya menjadi anggota jemaat Kongregasional. Setelah itu dia melanjutkan pendidikannya di Yale University. Pada saat menjadi mahasiswa dia dikenal sebagai mahasiswa yang rajin, cerdas, bijaksana dan aktif dalam berbagai kegiatan (Boehlke 2011, 439-441).  
            Kebangunan rohani yang melanda Yale University pada saat itu turut mempengaruhi pengalaman iman Bushnell. Pada masa munculnya kebangunan rohani tersebut, Bushnell memutuskan untuk beralih dari bidang hukum ke dalam jabatan pendeta. Ketika sudah menjadi pendeta Bushnell mengkritik cara berkhotbah para pendeta pada masa kebangunan rohani. Menurut Bushnell cara berkhotbah yang banyak dipertunjukkan pada masa itu. Bushnell melihat adanya siasat untuk membuat jemaat memenuhi maksud dari penginjil. Pertentangan tersebut didasari oleh pemahaman Bushnell bahwa iman akan bertumbuh secara alamiah di dalam kehidupan, termasuk di dalam rumah tangga (Boehlke 2011, 442-433).
            Perjalanan iman Bushnell semakin berat ketika dia terus mengalami gangguan kesehatan yang mengganggu aktivitasnya. Di tengah sakit yang dialaminya, Bushnell terus berkarya, baik dalam karya akademis melalui pemikiran-pemikirannya atau melalui karya nyata di tengah lingkungannya. Bushnell tetap fokus dalam pelayanan Rohani dan petualangan imannya. Sampai akhirnya pada 17 Februari 1876 dia menghembuskan nafas terakhirnya dengan meninggalkan banyak buah pemikiran (Boehlke 2011, 448-449).
Pemahaman Bushnell tentang Pendidikan Agama Kristen
            Bushnell adalah salah satu tokoh yang membawa pengaruh di dalam pendidikan kristiani. Bushnell menekankan mengenai pentingnya penanaman nilai-nilai Kristiani. Penanaman nilai di dalam diri manusia yang dilakukan sedini mungkin. Nilai-nilai yang ditanamkan fokus kepada bagaimana membuat naradidik mencintai hal-hal baik sedini mungkin (Bushnell 1960, 4). Jika berdasar pada pemahaman Bushnell maka pendidikan Kristiani fokus pada penanaman nilai-nilai kebaikan.
            Teori yang dipaparkan oleh Bushnell pada saat itu berdasarkan konteks kebangunan rohani. Pada saat itu gereja dan orang tua cenderung mengabaikan pengajaran dan pertumbuhan dalam Iman Kristen. Padahal tuntunan dalam pertumbuhan anak mampu membuat anak mengenal berbagai hal di dunia. Pemahaman yang berkembang pada saat itu justru menekankan mengenai kuasa Roh yang mengubahkan pemahaman iman orang-orang, termasuk anak-anak secara radikal (Lawson 2001, 23).

Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Pertumbuhan anak ditentukan juga oleh didikan di sekitarnya. Orang tua menjadi pendidik terdekat bagi anak. Akan tetapi orang tua juga bisa membawa pengaruh kurang baik dalam pertumbuhan anak. Bushell dalam teorinya membahas mengenai peran orang tua dalam pertumbuhan anak. Menurut Bushnell orang tua jangan memaksakan harapan pada anak dalam masa pertumbuhan. Anak bertindak sesuai dengan perasaan yang dialami saat itu juga. Hal tersebut akan menjadi masalah, karena pada masa anak-anak manusia dapat ditanamkan berbagai nilai-nilai, termasuk nilai kekristenan yang dipaksakan  (Bushnell 1960, 5).
            Harapan dan ajaran mengenai berbagai nilai hanya diberikan dari satu sudut pandang. Pertumbuhan di dalam iman Kristen jangan dipandang hanya dalam satu sisi. Sebagai pendidik, manusia tidak dapat memusatkan pemahaman nilai hanya kepada dirinya saja. Gereja atau orang-orang yang memiliki kuasa atas pendampingan dalam pertumbuhan harus mampu mewujudnyatakan nilai-nilai Kristiani. Masa anak-anak diharapkan menjadi masa manusia melihat bentuk kebaikan, tidak hanya definisi kebaikan (Bushnell 1960, 7).
Penekanan mengenai kemerdekaan anak jangan sampai disalahartikan oleh orang tua. Pasalnya orang tua tetap harus menciptakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan anak. Orang tua di dalam proses pendidikan anak harus menunjukkan nilai-nilai kasih di tengah keluarga. Perbuatan baik yang dilakukan oleh anak tidak hanya berasal dari keputusan pribadi yang diambil oleh anak. Pengalaman yang baik mengenai hidup dalam kasih dan dalam nilai-nilai Kristiani yang membuat anak memahami pengalaman imannya (Boehlke 2011, 467).
            Nilai-nilai Kristiani yang harus ditanamkan menurut Bushnell harus dimulai sejak usia dini. Manusia sejak usia dini harus ditanamkan mengenai cara hidup di dalam iman Kristiani. Penanaman nilai-nilai Kristiani sejak dini dapat dimulai dari kedua orang tuanya. Jika hal tersebut sudah terpenuhi, maka manusia tidak memerlukan perubahan iman yang radikal. Iman anak akan bertumbuh secara bertahap melalui pengalaman hidup mereka sehari-hari (Lawson 2001, 23). Hal tersebut juga dapat didukung dengan kebebasan anak dalam melewati dan menentukan pilihannya dalam perjalanan iman mereka.
Bushnell juga menekankan mengenai pengajaran akan perbuatan yang baik dan benar. Ketika membicarakan mengenai perbuatan yang baik dan benar, orang tua atau pendidik perlu membedakan antara perenungan mengenai apa itu yang baik dan ketaatan yang dapat diperlihatkan atau dipraktikkan dalam nilai-nilai kebaikan. Anak-anak jangan hanya diberi penekanan emosional mengenai hal yang baik dan benar. Akan tetapi anak harus memahami dan mencintai perbuatan baik melalui hal-hal yang konkret. Ketika hal tersebut tercapai maka nilai-nilai kebaikan akan menjadi nilai yang vital dalam kehidupan anak-anak, sebagai bagian dari perjalanan iman anak-anak (Bushnell 1960, 16).
            Teologi Bushnell mengenai pengalaman pribadi turut menentukan pemahaman Bushnell mengenai Pendidikan Kristiani. Menurut Bushnell proses pertumbuhan dan pemahaman iman seseorang ditentukan oleh pengalaman pribadi. Pemahaman khas akan sesuatu di dalam kehidupan sangat tergantung dari pengalaman seseorang. Boehlke memberi ilustrasi seperti dua orang yang mencoba membandingkan rasa manis sebuah duku, satu menganggap rasanya manis akan tetapi yang lain tidak. Seperti itulah kira-kira bagaimana pengalaman pribadi menentukan pemahaman akan nilai kebaikan dan iman (Boehlke 2011, 453).
            Bahasa keagamaan hanya dapat diucapkan melalui kiasan atau ibarat. Ibarat dapat diartikan sebagai sebuah upaya untuk menggambarkan pemahaman-pemahaman tertentu dengan cara yang lebih mudah dipahami. Akan tetapi sifat dari bahasa keagamaan hanya sebagai ibarat untuk menjelaskan pengalaman iman. Ibarat itu tidak sama dengan kenyataan-kenyataan yang hendak ditunjukkan melalui ibarat tersebut (Boehlke 2011, 454). Berdasarkan pemahaman tersebut maka ibarat tidak sepenuhnya dapat menggambarkan pemahaman iman melalui pengalaman pribadi.  Pemahaman pribadi tetap menjadi bagian penting dalam pertumbuhan iman.
            Bushnell yang menekankan pada Pendidikan Kristiani yang fokus pada anak menjabarkan bahwa anak-anak adalah bagian dari organisme dalam keluarga. Boehlke menjelaskan bahwa Pendidikan Kristiani di dalam keluarga adalah bagian dari organisme yang belajar bersama. Belajar bersama akan membuat setiap bagian dari keluarga, termasuk anak akan lebih dekat dengan prakarsa Allah. Mereka akan memperkuat fondasi kehidupan yang saling melengkapi satu sama lain, bukan saling mendominasi dan mengupayakan hidup yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi (Boehlke 2011, 485).
             Jika kita melihat penjabaran dari Bushnell, maka terlihat bahwa anak-anak dalam perkembangan imannya harus tetap dalam pendampingan lingkungan sekitarnya. Orang tua yang menjadi pendamping paling dekat bagi anak dalam petualangan imannya. Orang tua harus mampu menyediakan ruang bagi anak untuk pertumbuhan iman mereka. Kesadaran akan pentingnya pertumbuhan iman harus disadari betul oleh orang tua. Karena iman anak tidak akan tumbuh dengan sendirinya.
            Kesimpulan yang dapat diambil dari teori Bushnell adalah pengembangan diri. Harapan yang hendak dicapai melalui pendekatan ini adalah iman akan bertumbuh menjadi iman yang tidak statis. Pola asuhan yang hendak diterapkan oleh Bushnell bukan hanya sekedar penambahan pengetahuan. Akan tetapi yang hendak ditekankan oleh Bushnell adalah teori dan praktik dalam nilai Kekristenan (Boehlke 2011, 462).
Pertumbuhan Iman Anak pada Masa Kini
            Ada anggapan yang menyatakan bahwa pada masa kanak-kanak adalah masa yang mudah untuk membentuk seorang manusia. Masa kanak-kanak dianggap sebagai masa yang paling mudah untuk memasukkan berbagai nilai kehidupan dalam diri manusia. Jika anggapan tersebut benar, maka pada masa kanak-kanak tidak tertutup kemungkinan akan mudah membentuk iman manusia. Untuk memahami perkembangan anak dapat dibantu dengan melihat berdasarkan tiga tahap perkembangan dalam teori perkembangan kepercayaan James W. Fowler:
·         Eksistensial tak Terdiferensiasi
Pada masa ini anak-anak berada dalam masa bayi. Artinya pada masa ini adalah masa penjajakan hubungan dengan lingkungan sekitar. Pada masa ini anak akan mulai terbentuk rasa percayanya terhadap orang tua dan lingkungan sekitar. Pada masa ini sulit untuk diteliti secara empiris mengenai perkembangan iman anak  (Downs 1995, 77).
·         Kepercayaan Intuitif-Proyektif
Anak dalam masa ini berada pada usia enam atau tujuh tahun. Anak pada masa ini lebih menekankan pada pengalaman inderawi dalam membentuk pemikirannya. Sehingga penjelasan mengenai orang tua yang sifatnya sebab-akibat sulit untuk dipahami oleh anak-anak. Pada masa ini juga anak-anak dalam cara berpikirnya masih egosentris, karena belum mampu untuk mengakomodir dua pemikiran yang berbeda. Pada masa ini pertumbuhan akan berbahaya jika anak terlalu dieksploitasi untuk memperkuat ajaran moral doktrinal (Supratiknya 1995, 115-117, 131). Hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan terjadi pada pertumbuhan iman.
·         Kepercayaan Mistik-Harfiah
Pada masa ini anak akan memiliki pemikiran yang lebih logis dan terstruktur. Pada masa ini juga anak akan belajar untuk memisahkan hal-hal yang nyata dan semu. Pertumbuhan pada masa mistis harafiah akan mampu membantu anak untuk memadukan pengalaman ke dalam bentuk cerita. Pada masa ini juga anak-anak telah mampu mengambil perspektif dari orang-orang dewasa di sekitarnya dan membandingkan dengan pengalaman mereka (Supratiknya 1995, 132-133).
            Penjabaran mengenai teori perkembangan kepercayaan dari James W. Fowler tersebut dapat dikatakan mendukung teori Bushnell tentang pertumbuhan iman dalam kehidupan. Tiga bagian tahapan perkembangan iman dalam teori Fowler menunjukkan adanya proses pemaknaan dalam ketiga tahap tersebut.
Pemaknaan di dalam kehidupan dapat memunculkan pengalaman pribadi bagi anak. Pengalaman pribadi akan menentukan bagaimana cara seorang anak memaknai iman mereka melalui proses perkembangan (Boehlke 2011, 453). Terlepas dari perbedaan cara memaknai hal-hal yang terjadi di dalam kehidupan, yang terpenting adalah dari proses tersebut anak dapat memahami dan membentuk cara berpikirnya mengenai hidup mereka, termasuk iman mereka.
Pendidikan yang hendak ditanamkan oleh Bushnell bertujuan agar perkembangan iman anak dapat berlangsung secara dinamis (Boehlke 2011, 462). Akan tetapi apakah prinsip dari Bushnell masih dapat diterapkan pada zaman globalisasi seperti sekarang ini? Pertanyaan tersebut muncul mengingat perbedaan konteks pada masa Bushnell dan masa kini yang terlihat sangat kontras.
  Prinsip dasar yang perlu diingat dalam pendidikan anak di keluarga dalam teori Bushnell adalah membuat kehidupan yang kondusif bagi anak. Orang tua harus memberi perhatian yang baik kepada anak-anaknya. Pasalnya jika orang tua jarang memberikan waktu dan perhatian untuk anaknya, maka masa-masa untuk melatih kepekaan iman anak dan berproses bersama anak tidak akan terulang lagi (Boehlke 2011, 480-481).
Anak-anak semakin dekat dengan media informasi, misalnya televisi. Anak-anak tidak dapat terhindarkan dari berbagai informasi yang dapat mempengaruhi perkembangan pribadi dan iman mereka. Jika anak-anak tidak didampingi dalam pertumbuhan mereka, maka anak-anak akan memiliki sensitivitas yang kurang peka (Carrol 1990, 258-259). Akan tetapi hal tersebut akan sulit terealisasi jika orang tua tidak memahami betapa pentingnya pendampingan dalam tumbuh kembang anak, termasuk dalam pertumbuhan iman melalui proses dan pengalaman dalam kehidupan.
Orang tua seharusnya tidak melalaikan tanggungjawab untuk mendampingi pertumbuhan anak. Orang tua juga disatu sisi tidak boleh otoriter terhadap anak. Orang tua dituntut harus menjadi orang tua yang berwibawa dalam mendidik anaknya. Jika hendak melakukan pendekatan seperti ini maka perlu disadari oleh orang tua bahwa mereka harus menjadi pihak yang paling peka terhadap kebutuhan anak. Akan tetapi dalam batas-batas tertentu berdasarkan situasi dan kondisi yang terjadi pada proses pertumbuhan anak (Collins 1990, 103).  
            Jika orang tua telah mampu bijaksana dalam menyikapi perkembangan anak. Maka orang tua dapat melaksanakan berbagai hal-hal yang mendukung dalam pertumbuhan iman anak. Usaha orang tua untuk menjadi lebih bijaksana adalah bentuk upaya mewujudkan orang tua yang mendidik berdasarkan nilai-nilai Kristen. Orang tua juga harus menyikapi perkembangan iman anak dengan bijaksana. Selain itu orang tua harus menyadari bahwa orang tua harus menyediakan sarana yang tepat dan mampu mengembangkan daya berpikir anak mengenai iman mereka (Boehlke 2011, 481, 488). Akan tetapi yang terpenting adalah orang tua harus mempraktikkan pemahaman iman mereka agar anak-anak memiliki contoh yang konkret dalam perkembangan iman (Katolisitas website 2016).
Kesimpulan dan Refleksi
             Teori Bushnell mengenai pertumbuhan secara kristiani berfokus pada anak dan orang tua. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang tua dan anak adalah satu kesatuan dalam keluarga. Perkembangan anak turut ditentukan oleh orang tua dan lingkungan sekitar. Akan tetapi upaya anak untuk menemukan nilai-nilai kehidupan dan imannya tidak dapat disisihkan oleh orang tua. Pemahama-pemahaman yang coba dijabarkan oleh Bushnel masih relevan untuk masa kini, yang menekankan anak yang terus mengeksplorasi iman dan orang tua yang peka terhadap anak.

Daftar Acuan
Boehlke, Robert R. 2011. Sejarah perkembangan pikiran dan praktek Pendidikan Agama
Kristen: Dari Yohanes Amos Comenius sampai perkembangan PAK di Indonesia.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Bushnell, Horace. 1960. Christian Nurture. New Haven: Yale University Press.
Carrol, David. 1990. Spiritual Parenting: A loving guide for the new age parent. New York:
            Paragon House.
Downs, Perry G. 1995. In The power of Fowler. In Nurture that is Christian: Developmental
            Perspectives on Christian Education. Ed. James C. Willhoit & John M. Dettoni. 75-90.
            Grand Rapids: Baker Books.
Lawson, Kevin E. 2001. In Historical foundation of Christian Education. In Introducing
Christian Education: Foundations for the twenty-first Century. Ed. Michael J. Anthony.
17-34. Grand Rapids: Baker Academic.
Supratiknya, A. Peny. 1995. Teori perkembangan kepercayaan: Karya-karya penting James W.
            Fowler. Terj. Agus Cremers. Yogyakarta: Kanisius.
Website
Katolisitas. Peran Orang Tua dalam Pembinaan Iman Anak http://www.katolisitas.org/peran

orang-tua-dalam-pembinaan-iman-anak/ (diakses 4 Mei 2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar