Pendahuluan
Pemerintah adalah bagian penting yang tak
terpisahkan dari kehidupan manusia, termasuk umat manusia di dalamnya. Kehadiran
pemerintah di tengah kehidupan sebagai institusi yang memiliki wewenang untuk
mengatur kehidupan di suatu wilayah. Pemerintah mengatur, menjalankan dan
mengawasi berbagai hal yang terjadi di wilayah yang menjadi daerah yang
dipimpinnya. Akan tetapi pemerintahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah pemerintahan
sipil.
Roma 13:2 menyatakan bahwa perbuatan
melawan pemerintah sebagai tindakan yang melawan ketetapan Allah. Selain itu di
dalam Roma 13:2 juga dijelaskan bahwa bagi siapa yang melawan ketetapan Allah
yang hadir di dalam pemerintah akan berujung pada hukuman bagi yang melawan
pemerintah. Roma 13:2 yang saya angkat dalam tulisan ini jika dibaca sekilas
menunjukkan bahwa pemerintah adalah institusi yang berupaya untuk menghadirkan
kasih Allah melalui jalannya pemerintahan.
Pertanyaan yang muncul adalah
bagaimana menerapkan dasar pemikiran dan pengambilan sikap etis kristiani
berdasarkan Roma 13:2? Pertanyaan tersebut menjadi penting mengingat bahwa
pemerintah adalah institusi yang menjadi pengatur jalannya kehidupan bagi
masyarakat, termasuk umat Kristen di dalamnya. Pertanyaan tersebut juga harus
diperhatikan mengingat realita kompleksitas dalam jalannya pemerintahan, yang
di dalamnya terjadi berbagai hal dan fenomena yang membawa pengaruh bagi
masyarakat yang dinaunginya.
Pembahasan
Surat Paulus kepada jemaat di Roma adalah salah satu
surat yang ditulis oleh Paulus dalam perjalanan pemberitaan Injil yang
dilakukannya. Roma adalah sebuah kota yang menjadi pusat dar pemerintahan
kekaisaran Romawi. Penduduk Roma terdiri dari orang-orang dari berbagai suku,
termasuk di dalamnya orang-orang Yahudi dari Palestina. Berbagai kelompok
penduduk termasuk di dalamnya masyarakat Yahudi berkumpul dengan kelompok
mereka dan menjalankan ajaran agama mereka masing-masing (Hakh 2010, 198).
Roma yang menjadi pusat kekaisaran
Romawi menjadi pusat dari keagamaan pada saat itu, selain sebagai pusat
pemerintahan. Kaisar Agustus yang memiliki gelar Pontifex Maximus atau imam besar mebangun kembali kuil-kuil di
Roma. Kaisar Agustus yang menjadi imam agung membuat dia disembah di dalam
kultus-kultus penyembahan yang dilakukan di berbagai provinsi dalam kekaisaran
Romawi, termasuk di sekitar tempat masyarakat Yahudi bermukim (Hakh 2010, 199).
Jemaat di Roma pada saat itu
memiliki beberapa masalah. Paulus melalui suratnya mencoba memberi penguatan
kepada jemaat di Roma. Salah satu pergumulan yang dihadapi jemaat di Roma pada
saat itu adalah hubungan antara pemerintah dan gereja. Situasi yang terjadi
pada saat itu adalah orang Kristen mengalami penganiayaan di Roma. Di tengah
penganiayaan yang terjadi terhadap jemaat Roma, Paulus mengangkat pokok
permasalahan mengenai hubungan antara pemerintah dan gereja. Paulus dalam Roma
13:1-7 menasihati jemaat bagaimana harus bersikap terhadap pemerintah (Hakh
2010, 202).
Jika melihat teks Roma 13: 2 dan
teks Roma 13:1-7 secara keseluruhan, teks ini memberi kesan bahwa di dalam nas
ini tidak terdapat pembahasan mengenai kristologi dan eskatologi di dalamnya. Pemahaman
yang diangkat Paulus dalam teks ini lebih kepada interaksi antara jemaat pada
saat itu dengan pemerintah. Pemahaman dalam teks ini menekankan bahwa kehadiran
pemerintah dipahami sebagai pelayanan untuk Tuhan dalam bingkai pekerjaan,
otoritas dan kepercayaan yang diterima dari publik (K
semann
1980, 351).

Roma 13:2 menunjukkan bahwa
perlawanan terhadap pemerintah adalah perlawanan terhadap perwujudan Allah.
Penghakiman yang dimaksud di dalam teks ini adalah penghakiman yang berasal
dari Allah, bukanlah penghakiman yang berasal dari sikap terbeban pemerintah
(Rhys 1961, 165). Ayat 2 dalam Roma 13:1-7 ini berasal dari pernyataan Paulus
yang memperkuat bahwa penghukuman yang datang berasal dari Allah (Bible.org
website 2016).
Fakta yang harus diperhatikan adalah surat ini
ditulis dalam konteks pemerintahan diktator dan korupsi di dalamnya. Paulus
mengangkat aspek keadilan dan upaya untuk memperlihatkan bagaimana ukuran dalam
memandang kepercayaan terhadap pemerintah dengan keadaan tersebut. Secara
tersirat Paulus juga menekankan bahwa ada rancangan yang berasal dari Allah di
dalam pemerintahan. Akan tetapi di dalam pemaknaan tersebut ada keterbatasan
dalam pemahaman terhadap pemerintah. Artinya pemerintah tidak dapat
menggambarkan dengan sempurna kasih yang harus diwujudnyatakan di dalam
jalannya pemerintahan. Paulus juga menyadari bahwa dunia adalah ciptaan yang
rapuh dan Paulus juga menekankan kuasa Allah yang hadir di dalam proses yang
terjadi di dunia (K
semann
1980, 356).

Paulus dalam Roma 13:2 dan juga
dalam kaitannya dengan keseluruhan teks menunjukkan adanya kritik terhadap
pemerintahan pada saat itu. Bahasa kritik Paulus di dalam teks ini ditunjukkan
dengan cara yang halus. Akan tetapi kritik yang halus itu bukan berarti tidak dapat
disadari. Kritik tersebut sangat terasa ditujukan kepada pemerintah kekaisaran
Romawi yang berpusat di Roma (Elliot 2008, 154). Teks Roma 13:2 berdasarkan
penjabaran ini dapat dibaca sebagai kritik tersirat terhadap pemerintahan yang
tidak dapat menunjukkan diri sebagai perwujudan ketetapan Allah, berdasarkan
konteks Roma pada masa Paulus.
Roma
13:2 menjabarkan apa yang terjadi jika masyarakat termasuk umat Kristen tidak
patuh pada pemerintahan. Akan tetapi pada kontesk surat Roma pemerintahan yang
memimpin pada saat itu tidak dapat mengayomi masyarakatnya dengan baik. Paulus
menekankan di dalam surat Roma kritik terhadap pemerintah. Paulus menekankan
bahwa pemerintahan adalah pengaturan dalam tatanan kehidupan yang diharapkan
dapat menggambarkan kasih Allah dan menyatakan keadilan di tengah wewenangnya
untuk pemerintah.
Yoder mengatakan bahwa di dalam
pemerintahan atau negara adalah salah satu bagian dari politik yang menjadi
fenomena yang sifatnya fundamental dalam interaksi sosial dengan otoritas yang
tinggi. Hal tersebut menjadi representasi di tengah masyarakat terhadap
pemerintah dan politik di dalamnya. Roma 13 secara keseluruhan menjadi landasan
untuk menjalankan otoritas dan kehidupan oemerintahan di tengah interaksi
sosial (Yoder 1946, 12).
Yoder juga menjabarkan bahwa gereja
dan kekristenan harus berperan di dalam kehidupan yang dipenuhi dengan dominasi
berbagai kekuatan yang menekan di zaman yang diwarnai berbagai dinamika,
termasuk dinamika yang destruktif. Gereja diharapkan tidak hanya memberi
stimulus berupa nilai moral terhadap masyarakat dan pemerintah. Akan tetapi
diharapkan gereja dapat memberikan kerja nyata di tengah masyarakat untuk
menunjukkan kehadiran gereja di dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu gereja
juga diharapkan mendukung pemerintah yang menunjukkan nilai-nilai kekristenan
yang dapat menunjukkan kasih Allah di tengah dunia (Yoder 1946, 13). Hal
tersebut diharapkan mampu mewujudkan visi Paulus terhadap pemerintahan berdasarkan
surat Roma.
Gereja diharapkan menyadari
posisinya dalam politik. Gereja diharapkan menyadari bahwa politik adalah
sebuah jalan kesucian yang didasari oleh keyakinan iman bahwa setiap jemaat
dipanggil untuk mewujudkan keselamatan. Akan tetapi keselamatan yang dimaksud
adalah keterlibatan mewujudkan keselamatan dan kasih Allah dalam dunia. Keselamtan
yang coba dinyatakan adalah keselamatan yang merangkul seluruh dimensi
kehidupan manusia dan menjangkau semua orang (Olla 2014, 69).
Pemerintahan adalah sebuah pola
pengaturan sosial yang di dalamnya terdapat aspek politik. Jika berdasarkan
pada pernyataan tersebut, maka dapat ditarik pemahaman bahwa politik adalah
jalan untuk mewujudkan keadalin. Pemahaman tersebut memiliki kesamaan dengan
nilai-nilai Kristen yang dibawa oleh Paulus secara tersirat di dalam Roma 13:2.
Paulus Yan Olla menjabarkan betapa pentingnya peran politik yang diterapkan
dalam pemerintahan:
Keterlibatan
dalam politik merupakan perwujudan kasih. Dengan demikian, orang Kristiani
melihat medan politik yang otonomitu sebagai lahan untuk melayani manusia dan
mencari bersama masyarakatnya kesejahteraan umum. Dengan tetap menghargai
otonomi dunia, orang Kristiani yang terlibat politik berusaha mengarahkan dunia
pada pembangunan “budaya kasih” (Olla 2014, 71).
Politik yang menjadi bagian dalam
pemerintahan adalah jalan kesucian. Di dalam pemerintahan diharapkan dalam
menjalankan roda pemerintahan dapat menunjukkan kasih. Pemerintahan yang hadir
di tengah masyarakat menjadi representasi kebaikan Allah. Meski pun otoritas
yang dimiliki pemerintahan sering kali menjadi penghambat terwujudnya kasih
Allah dalam pelaksanaan pemerintahan.
Penutup
Roma 13:2 dapat dijadikan sebagai dasar etik Kristen
dalam memahami kehadiran pemerintah. Keadilan sebagai perwujudan kasih Allah
adalah gambaran pemerintahan yang berasal dari ketetapan Allah. Akan tetapi
untuk menjadikan Roma 13:2 sebagai landasan etik Kristen terhadap pemerintahan,
makan harus dilakukan interpretasi yang sangat memperhatikan konteks surat
Roma. Pasalnya Roma 13:2 menjadi sindiran atau kritik yang disampaikan secara
halus terhadap pemerintah yang berjalan kurang baik pada saat itu. Hal itu
bertujuan agar nilai keadilan dan pelaksanaan tanggungjawab menjadi yang utama
dalam nilai etis dari Roma 13:2.
Daftar Acuan
Elliott,
Neil. 2008. The Arrogance of Nations:
Reading Romans in the shadow of empire.
Minneapollis: Fortress Press.
Hakh,
Samuel Benyamin. 2010. Perjanjian Baru:
Sejarah, pengantar dan pokok-pokok
teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi.
K
semann,
Ernst. 1980. Commentary on Romans.
London: SCM Press Ltd.

Olla,
Paulinus Yan. 2014. Spiritualitas
politik: Kesucian politik dalam perspektif kristiani.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rhys,
Howard. 1961. The epistle to the Romans.
New York: The Macmillan Company.
Yoder,
John Howard. 1946. The Christian witness
to the state. Kansas: Faith and Life Press.
Website
Bible.Org.
The Christian and Civil Government. https://bible.org/seriespage/33-christian-and-civil-government-romans-131-7 (Diakses 8 Desember 2016).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar